NAMA : ANGGI DWI ANGGRAINI
KELAS : 4EB19 / 21209691
AKUNTANSI INTERNASIONAL
TUGAS SOFTSKILL MINGGU KE-3

Kasus L\C :
Menurut informasi di berbagai media, nasabah Bank BNI melakukan ekspor ke Kenya dan Nigeria, dan eksportir serta importir setuju menggunakan L/C sebagai mekanisme pembayaran.
Kemudian, importir membuat aplikasi L/C di beberapa bank, di antaranya Ross Bank Switzerland, Citibank NA Singapura, Dubai Bank Kenya Ltd., Indian Bank Singapura, dan Middle East Bank Kenya. Bank-bank ini disebut issuing bank, yang ternyata bukan merupakan bank koresponden Bank BNI. Namun alasan ini bukan merupakan salah satu penyebab terjadinya kasus Bank BNI. Ini karena yang terpenting adalah otentifikasi (keabsahan) dari L/C tersebut, yang merupakan dasar utama untuk melakukan proses berikutnya.
Jika L/C yang diajukan adalah atas unjuk (sight), di sisi eksportir akan dikeluarkan wesel ekspor atas unjuk, tidak ada risiko bagi Bank BNI. Ini karena untuk wesel sight, ketika eksportir mengajukan dokumen ekspornya kepada Bank BNI, seketika itu juga pembayaran harus dilakukan kepada eksportir. Begitu juga, ketika Bank BNI meneruskan dokumen ekspor yang sight ini kepada bank importir, pembayaran harus dilaksanakan oleh bank importir ketika dokumen ekspor tersebut tiba ditangannya. Jika pilihan ini yang dilakukan, Bank BNI tidak akan mengalami kerugian apa-apa. Jelas, bukan pembiayaan tipe L/C ini yang dipilih, terbukti BNI mengalami kerugian yang sangat besar.
Selanjutnya, jika L/C yang diajukan adalah berjangka (usance L/C), di sisi eksportir akan dikeluarkan wesel ekspor berjangka (WEB), sebagai sarana untuk pelaksanaan akseptasi oleh issuing bank. Jika wesel ekspor itu diteruskan saja oleh Bank BNI (bank eksportir) kepada issuing bank, belum ada kewajiban apa-apa bagi Bank BNI. Dengan kata lain, belum ada potensi kerugian Bank BNI. Namun Bank BNI ternyata telah membeli WEB tersebut dengan diskonto, dan resiko muncul dari sini, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Di sinilah salah satu letak kesalahan Bank BNI. Risiko ini diambil bukan tanpa alasan sama sekali tetapi adalah untuk memenuhi kebutuhan nasabah eksportirnya dalam rangka pembiayaan ekspornya yang berikut. Ada dua jenis alternatif pembiayaannya.
Pertama, eksportir yang merupakan nasabah BNI, datang ke bank dan bermaksud mendiskontokan wesel ekspor berjangkanya (menjual dengan cara diskonto). Kedua dia mengajukan pinjaman dalam bentuk pre-export loan dengan jaminan WEB. Karena BNI telah membeli WEB dengan cara diskonto, potensi kerugian muncul, jika importir tidak melakukan pembayaran atas WEB. Pihak issuing bank menolak untuk membayar kewajiban importir, jika mereka tidak mengakseptasi WEB.
Namun jika issuing bank melakukan akseptasi atas WEB, ia harus membayar kewajiban atas WEB itu saat jatuh tempo, dan BNI pun tidak menderita rugi apa-apa. Kasus yang terjadi adalah bahwa WEB tampaknya tidak diakseptasi oleh bank importir, sementara Bank BNI telah melakukan pembelian WEB dengan cara diskonto. Potensi kerugian mengalir dari sisni. Kerugian menjadi riil, ketika WEB yang jatuh tempo tidak dibayar importir maupun issuing bank. Potensi kerugian semakin membesar, karena ekspor dilakukan ke negara yang risikonya tinggi (high country risk), seperti Nigeria dan Kenya. Nigeria merupakan negara yang masih diliputi perang saudara, sementara Kenya dikenal sebagai gudangnya para pencuci uang (money laundering) dan pemalsu uang. Ada kemungkinan pemerintah kedua negara ini sewaktu-waktu membekukan semua kewajiban luar negeri negaranya.

Solusi
Dari semua pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ekspor yang telah dilaksanakan oleh eskportir nasabah Bank BNI bisa jadi bukan ekspor fiktif. Hanya saja, karena WEB tidak diakseptasi oleh bank importir, posisi Bank BNI menjadi terbuka, berisiko, dan tanpa cover, yang pada akhirnya berpotensi untuk menderita rugi Rp1,7 triliun.
Muncul pertanyaan, bagaimana langkah untuk mengantisipasi agar kerugian yang sama tidak terulang? Pertama, pembiayaan ekspor hendaknya diarahkan kepada negosiasi wesel ekspor atas unjuk (sight), karena wesel eskspor jenis ini dijamin pasti dibayar oleh bank importir, sekalipun ia bukan bank koresponden (sebagaimana diatur UCP 500). Kedua, jika wesel ekspor adalah berjangka, hendaknya dimintakan akseptasi kepada bank importir, sehingga pembayarannya pada saat wesel jatuh tempo dari bank importir menjadi terjamin. Artinya, ketika dokumen ekspor dan WEB diterima, seketika itu juga bank importir melaksanakan pembayaran ke bank eksportir.

1) Importir (Pembeli)
Importir, atau pihak pembeli, merupakan pihak yang mengeluarkan letter of credit, maksudnya, mengeluarkan perjanjian untuk membayar sejumlah uang kepada pihak eksportir (penjual), ketika seluruh tanggung jawabnya telah dipenuhi. Umumnya, harus ada jaminan terhadap kredibilitas pihak importir, untuk menghindari kaburnya pembeli dari tanggung jawab.

2) Eksportir (Penjual)
Eksportir, atau pihak penjual, adalah tujuan dari terbitnya letter of credit, maksudnya, pihak eksportir akan menerima pembayaran melalui letter of credit tersebut ketika seluruh tanggung jawabnya telah diselesaikan. Ketika akan mengklaim pembayaran melalui letter of credit tersebut, pihak eksportir harus mampu menunjukkan semua dokumen yang dipersyaratkan.

3) Bank Eksportir, perbankan yang menyediakan layanan jasa ekspor kepada nasabah untuk transaksi ekspor.
Cth: -Bank Mandiri – Panin Bank – Bank Antardaerah -Bank ICBC

4) Bank Importir perbankan yang menyediakan Layanan jasa impor kepada nasabah untuk transaksi impor.
Cth : -Bank Mandiri -Bank BRI -Bank Danamon -Rabobank -Bank BCA

5) Dokumennya :
1. Dokumen transportasi (transport document). Bila pengiriman barang via laut maka dokumen yang diperlukan adalah bill of lading (B/L) dengan penerbit shipping company. Sedangkan pengiriman via udaya berjenis airway bill (AWB) yang diterbitkan oleh maskapai penerbangan.
2. Surat keterangan asal (SKA/certificate of origin) yang menerangkan keaslian barang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal (IPSKA)
3. Insurance certificate yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi
4. Inspection certificate yang diterbitkan instansi independen atau buyer’s agent
5. Fumigation Certificate, phyto-sanitary certificate, dan sanitary certificate seperti yang diterbitkan oleh Sucofindo